Gatot Sulistiyanto, komponis muda asal Magelang yang menempuh studinya di ISI Yogyakarta adalah sosok yang menjanjikan. Karyanya, Kitab Batu, adalah suatu karya yang kuat, baik secara gagasan, ekspresi, struktur, maupun orkestrasi. Secara gagasan, Gatot mengambil materi lokal dengan bubuhan semangat aufklarung, yakni dengan berdasarkan pada bentuk dan ekspresi Mantra Tulak Bala dan Kidung Joyoboyo.

Lewat karyanya ini, Gatot seperti hendak mengatakan sesuatu mengenai ekspresi-ekspresi tradisional yang kerap dilanda desas-desus tak masuk akal atau irasional. Kalau tafsir ini benar, semangat itu ia titipkan pada tuntutan teknik vokal yang juga tak masuk akal: ketinggian nada mencapai E3, berbagai varian trilter dengan lidah, bibir, dan tenggorokkan, dan nuansa perubahan-perubahan yang halus dalam hal timbre. Toh Ika Sri Wahyuningsih sebagai swarawati mampu mengeksekusinya dengan kemampuan yang luar biasa dan penghayatan yang bikin bulu kuduk merinding!

Pun bila menyimak pemakaian beberapa teknik vokalnya yang berpijak pada tradisi Banyuwangi, misalnya, memperlihatkan pijakan Gatot yang masih berada pada konteks budayanya.

Secara orkestrasi, Gatot dengan lihai mencampur adonan antar instrumen dengan takaran yang pas. Ia tidak cukup puas dengan hanya memberikan saat kepada masing-masing instrumen untuk berjalan sendiri-sendiri, tapi juga mencoba mengolah beberapa instrumen secara bersamaan untuk suatu pasasi, melodi, frase, atau ritme.

Roy Taniago, Musikolog-pekerja sosial | http://roythaniago.wordpress.com/2011/09/04/membumikan-musik-yang-hampir-digagalkan-2/